Sabtu, 02 Februari 2008

NO.O40

JAKARTA 1 FEBRUARI 2008

RACHMAD YULIADI NASIR - KABARINDONESIA.COM

NO.O39

JAKARTA 1 FEBRUARI 2008

RACHMAD YULIADI NASIR - KABARINDONESIA.COM

NO.O38

JAKARTA 1 FEBRUARI 2008

RACHMAD YULIADI NASIR - KABARINDONESIA.COM

NO.O37 MENJARING CALON INDEPENDEN

JAKARTA 1 FEBRUARI 2008

RACHMAD YULIADI NASIR - KABARINDONESIA.COM


NO.O37 MENJARING CALON INDEPENDEN


Nasional

Menjaring Calon Independen
Oleh : Rachmad Yuliadi Nasir

28-Jan-2008, 22:33:35 WIB - [www.kabarindonesia.com]

KabarIndonesia - Tema ini sangat menarik karena menjadi isu sentral yang menarik perhatian baik dari kalangan partai politik, civitas akademika, para peneliti,maupun masyarakat umum.

Berbicara mengenai calon independen sebenarnya bukanlah merupakan isu baru. Pada waktu Pilkada Aceh, pemerintah telah membuka jalan bagi calon independent untuk ikut serta dalam proses Pilkada. Meskipun pada awalnya pemerintah berencana hanya akan memberlakukan untuk satu kali Pemilu saja karena alasan-alasan tertentu, tetapi masalah ini kembali mencuat dan menjadi hangat ketika akan dilangsungkannya Pilkada DKI beberapa waktu yang lalu. Hal ini disebabkan oleh banyaknya pernyataan-pernyataan dari bakal calon yang merasa dirugikan oleh mekanisme penjaringan yang dilakukan oleh partai politik. Berangkat dari persoalan tersebut, wacana agar diperbolehkannya calon independent dalam Pilkada kembali menguat.

Ada hal yang perlu diperhatikan, yakni mengenai istilah yang digunakan, apakah menggunakan istilah independent atau perseorangan. Jika kita telesuri, awalnya istilah ini dalam UU No.11 tahun 2006 tentang pemerintahan Aceh. Dalam pasal 67 ayat(1) disebutkan "Pasangan calon Gubernur/Wakil Gubernur, Bupati/Wakil Bupati, dan Walikota/Wakil walikota sebagaimana dimaksud dalam pasal 65 ayat (1) diajukan oleh: (a) partai politik atau gabungan partai politik, (b) partai politik lokal atau gabungan partai politik lokal, (c) gabungan partai politik dan politik lokal; dan/atau (d) perseorangan.

Di sini jelas terlihat bahwa kata yang digunakan adalah "perseorangan" bukan "independent". Ke depan sebaiknya kita menyesuaikan penggunaan istilah yang baku sesuai dengan apa yang telah diundangkan.

Kembali kepada pokok permasalahan, jika kita kembalikan kepada aturan hukum yang berlaku, secara implisit UUD 1945 pada dasarnya memberikan kesempatan yang lebih terbuka untuk menjadi calon kepala daerah. Hal tersebut dapat kita baca dalam pasal 18 ayat (4) UUD 1945 yang berbunyi, "Gubernur, Bupati dan Walikota masing-masing sebagai kepala pemerintah daerah provinsi, kabupaten dan kota dipilih secara demokratis". Dari ketentuan pasal 18 Ayat(4) tersebut tidak ada aturan yang mengharuskan calon kepala daerah berasal dari partai politik. Inilah yang menjadi jalan pembuka bagi munculnya calon perseorangan dalam Pilkada.

Seiring dengan penguatan wacana tersebut, mahkamah Konstitusi telah memberikan kepastian hukum melalui putusan MK No.5/PUU-V/2007 mengenai uji materi UU No.32/2004 tentang Pemerintahaan daerah terhadap UUD NRI 1945. MK mengabulkan sebagian dari sejumlah pasal yang diajukan pemohon, khususnya terhadap pasal 56 ayat(2), pasal 59 ayat(1), pasal 59 ayat(2) dan pasal 59 ayat (3) UU No.32/2004, yang telah membuka jalan adanya pengajuan calon kepala daerah secara perseorangan. Sedangkan untuk pasal lain, MK menyatakan tetap berlaku, termasuk pasal-pasal yang membuat ketentuan pencalonan kepala daerah melalui parpol. Keputusan MK tersebut tidak merekomendasikan tentang pengaturan lebih lanjut mengenai calon perseorangan, juga tidak memberikan batasan masa transisi tentang pelaksanaan putusan. MK berpendapat bahwa KPU, berdasarkan pasal 8 UU No. 22/2007 tentang Penyelenggaraan Pemilu, dapat membuat aturan untuk mengisi kekosongan hukum persyaratan calon perseorangan.

Secara prinsip ada tiga lembaga yang memegang peranan dalam menindaklanjuti putusan MK tersebut: Pemerintah, DPR dan KPU. Adapun untuk mekanismenya dapat dilakukan dengan 3 (tiga) cara, yaitu: Revisi terbatas UU No. 32/2004, Pemerintah Membuat Perpu. KPU dapat membuat aturan pelaksanaan. Untuk menentukan mekanisme apa yang akan diambil perlu ada pemikiran dan pertimbangan secara matang aspek-aspek lain seperti masalah efektivitas waktu, efisiensi biaya, serta pertimbangan sejauh mana kekuatan hukum yang mendasari tiap-tiap mekanisme tersebut. Disamping itu perlu dilihat kaitannya dengan peraturan perundangan-undang yang lain.

Hal terpenting yang juga harus diatur sebagai tindaklanjut Keputusan MK tentang calon perseorangan adalah mengenai syarat pencalonan, baik berupa syarat administratif/teknis maupun syarat-syarat subtantif. Selain itu penting juga dicermati mekanisme pendaftaran, verifikasi syarat dan berkas pendaftaran, pengaturan terkait dana kampanye bagi calon perseorangan, serta sanksi pelanggaran terkait calon perseorangan. Secara umum gambaran mengenai pengaturan syarat (pencalonan) calon perseorangan. Setidaknya persyaratan mengenai calon perseorangan harus mempertimbangan hal-hal sebagai berikut:

1. Calon perseorangan harus memiliki kompetensi untuk memberikan konstribusi positif dalam rangka perbaikan sistem politik (dan juga sistem kepartaian). Hadirnya calon perseorangan seharusnya tidak dipandang secara parsial apalagi diposisikan vis a vis dengan parpol. Kedua unsur itu, baik parpol maupun calon perseorangan, harus dilihat dalam perspektif yang integral sebagai faktor penting dari bangunan sistem politik kita. dengan demikian, regulasi terhadap calon perseorangan sama pentingnya dengan regulasi terhadap parpol.

2. Calon perseorangan harus dapat mengafirmasikan fungsi-fungsi politik seperti fungsi artikulasi dan agregasi kepentingan, fungsi komunikasi politik dan lainnya. Artinya calon perseorangan juga harus terlembaga secara baik agar memiliki kontribusi dalam penguatan sistem politik.

3. Calon perseorangan harus jelas akuntabilitasnya dalam sistem demokrasi yang sedang kita bangun dan tidak cenderung mengabaikan kepentingan masyarakat untuk sekedar mengejar ambisi kekuasaan, kepentingan pribadi dan golongan.

Berkaitan dengan syarat dukungan bagi calon perseorangan yang sampai saat ini menjadi polemik, harus ditegaskan bahwa persyaratan yang sampai saat ini menjadi polemik, harus ditegaskan bahwa persyaratan tersebut perlu diadakan untuk menengakan prinsip akuntabilitas dan representasi. Terkait dengan persentase dan basis dukungan hingga saat ini masih menjadi perdebatan yang hangat. Sejumlah parpol mengusulkan syarat dukungan disamakan dengan syarat pencalonan melalui parpol atau gabungan parpol, yaitu 15 persen suara.

Namun usulan ini dinilai memberatkan calon perseorangan dengan argumentasi calon perseorangan jelas tidak dapat disamakan dengan calon parpol, karena bagi parpol untuk mencapai 15 persen suara, undang-undang memungkinkan adanya mekanisme penggabungan parpol. Sementara hal itu tidak mungkin berlaku badi calon perseorangan. Sejumlah kalangan mengusulkan batas dukungan untuk calon perseorangan sama dengan Pilkada di Aceh yaitu 3 persen jumlah penduduk atau lebih rendah. Usulan lain yang berkembang, jumlah dukungan untuk calon perseorangan disesuaikan dengan jumlah penduduk suatu daerah. Bila jumlah penduduknya padat, maka persentase syarat dukungan menjadi lebih kecil, demikian juga sebaliknya apabila jumlah penduduknya sedikit maka persentase syarat dukungannya akan menjadi lebih besar.

Terkait dengan syarat calon perseorangan ini, hendaknya dirumuskan berdasarkan parameter yang objektif. Diperlukan rumusan syarat yang tidak memberatkan calon perseorangan dalam arti fair, namun tetap terukur prinsip akuntabilitas dan representasinya. jika kita lihat Undang-Undang pemerintahan Aceh ditentukan syarat 3 persen dari jumlah penduduk yang punya hak pilih di Aceh sekitar 3 juta orang, berarti 90.000 tanda tangan lengkap dengan bukti fotocopi KTP dan kartu identitas lainnya serta bukti dukungan tertulis. Dengan syarat 3 persen ini saja sudah banyak calon yang berguguran karena kesulitan memenuhi jumlah dukungan berikut foto kopi KTP/identitas karena biaya operasionalnya yang tidak sedikit.

Namun demikian, jika kita melihat persyaratan 15 persen yang diberikan kepada calon yang diusung oleh Parpol ataupun gabungan partai politik, maka tidak menutup kemungkinan persyaratan bagi calon perseorangan untuk dinaiknan dari angka 3 persen guna memenuhi asas keadilan. Oleh karena itu harus dirumuskan berapa persen syarat dukungan ideal yang ditentukan untuk calon perseorangan yang nantinya dapat dijadikan sebagai masukan dalam merumuskan regulasi mengenai persyaratan calon perseorangan.

Coba kita garis bawahi hal-hal apa saja yang kira-kira harus menjadi perhatian kita bersama terkait dengan keputusan MK yang telah meloloskan calon perseoranagn dalam pemilihan kepala daerah. Dalam hal ini kita harus menyadari bahwa dalam proses pemilihan kepala daerah jangan sampai kita terjebak dalam eforia sesaat. Terlepas apakah calon tersebut berasal dari partai politik Terlepas apakah calon tersebut berasal dari partai politik ataupun calon perseorangan, yang seharusnya menjadi perhatian bagi kita semua adalah sejauh mana proses demokratisasi yang berlangsung itu dapat memberikan pendidikan politik yang baik bagi masyarakat. Apabila masyarakat mendapatkan pendidikan politik yang baik dari proses demokratisasi tersebut dan kemudian melahirkan kesadaran dan wawasan politik yang baik maka dengan sendirinya akan melahirkan pemimpin yang jujur, adil, berkualitas serta memiliki visi jauh ke depan yang berorientasi kepada peningkatan kesejahteraan masyarakat.

Terlepas apakah calon tersebut berasal dari partai politik ataupun calon perseorangan, yang seharusnya menjadi perhatian bagi kita semua adalah sejauh mana proses demokratisasi yang berlangsung itu dapat memberikan pendidikan politik yang baik bagi masyarakat. Apabila masyarakat mendapatkan pendidikan politik yang baik dari proses demokratisasi tersebut dan kemudian melahirkan kesadaran dan wawasan politik yang baik maka dengan sendirinya akan melahirkan pemimpin yang jujur, adil, berkualitas serta memiliki visi jauh ke depan yang berorientasi kepada peningkatan kesejahteraan masyarakat.

NO.O36 PELAKU SEJARAH AWAL REFORMASI

JAKARTA 1 FEBRUARI 2008

RACHMAD YULIADI NASIR - KABARINDONESIA.COM


NO.O36 PELAKU SEJARAH AWAL REFORMASI




Nasional

Pelaku Sejarah Awal Reformasi
Oleh : Rachmad Yuliadi Nasir

26-Jan-2008, 13:37:24 WIB - [www.kabarindonesia.com]

KabarIndonesia - Prof. Dr. Ing. Dr.Sc.Hc Bacharuddin Jusuf Habibie telah meluncurkan buku bertajuk"DETIK-DETIK YANG MENENTUKAN", beberapa bulan lalu. Buku ini berisi catatan perjalanannya selama menjadi Presiden ke-3 RI serta beberapa fakta menjelang pengakatan B.J.Habibie menjadi Presiden ke-3 RI.

"Buku ini sangat menarik, karena memuat fakta-fakta yang belum banyak diketahui oleh masyarakat," ungkap penyunting buku Detik-Detik yang Menentukan, A.makmur Makka, di Jakarta.

Struktur buku ini terbagi atas prolog, kemudian empat bab dan epilog. Bagian prolog dan epilog buku ini disusun oleh suatu tim. Sementara, empat bab buku ini bersumber dari catatan harian yang ditulis oleh Habibie sendiri selama memegang jabatan di pemerintahan.

"Bab pertama buku ini mengungkap fakta-fakta menjelang pengunduran diri pak Harto," tandas Makmur.

Sedangkan bab kedua bertutur tentang 100 hari pertama pemerintahan Habibie, saat menghadapi masalah multikompleks dan multidimensional. Selanjutnya, pada bab ketiga buku ini mengisahkan tentang 100 hari pertama dan 100 hari terakhir sebelum pemilihan presiden ke-4 RI. Bab keempat dari buku ini mengungkapkan tentang peristiwa 100 hari menjelang pemilihan presiden ke-4 RI.

Sementara itu, bagian prolog buku berisi fakta-fakta sebelum mantan presiden soeharto mengundurkan diri. sedangkan bagian prolog berisi analisis dan komentar mengenai pemerintahan presiden Habibie.

"Buku Detik-Detik Yang Menetukan juga memuat kiat seorang Habibie dalam menghadapi krisis," tandas Direktur Eksekutif The Habibie Center, Ahmad Watik Pratiknya. Menurut Watik, pada saat menghadapi berbagai persoalan bangsa dan harus mengambil keputusan di berbagai aspek, Habibie seolah menggunakan pendekatan yang tidak lazim.

"Pendekatan yang dilakukan, antara lain pendekatan aproximasi, yakni dalam mencapai tujuan, Habibie melakukan pendekatan demi pendekatan yang bertahap namun konsisten," ungkap Watik.
Selain itu, Habibie juga menggunakan pendekatan dialogis.
Hal ini dapat dilihat saat menghadapi konflik dengan Timor Timur, Habibie tidak segan-segan melakukan dialog dengan uskup Bello, yang tujuannya adalah untuk mendapatkan pengertian serta menyelesaikan konflik bersama-sama.

Habibie baru mengungkap sebagian kecil dalam buku tersebut. sebagai pelaku utama sejarah pada masa kelahiran reformasi, ribuan halaman lainya, yang masih berbentuk tulisan tangan disimpannya dan baru akan dikeluarkannya pada suatu masa kelak.

selain memeberi fakta sejarah, Habibie juga melakukan analisis terhadap apa yang terjadi. Habibie memberi penilaian dan penjelasan tentang langkah-langkah serta gagasan maupun keputusan penting yang telah diambilnya dalam penulisan "innerdialog". Ini merupakan percakapan dengan diri dan hati nuraninya menghadapai peristiwa atau kejadian yang harus diselesaikannya.

Dalam masa sejarah pemerintahannya pelaku sejarah ini selamat mentransformasi sistem kekuasaan otoriter ke sistem demokrasi. Habibie telah menyelamatkan negara dan bangsa indonesia dari ancaman "Balkanisasi" dan "perang saudara" seperti terjadi pada beberapa negara dan bangsa lain, yang pecah berkeping-keping oleh perang saudara.

Tentang judul "Detik-detik ...", menurut Habibie judul itu dipilih berdasarkan pertimbangan bahwa semasa menjabat sebagai presiden Indonesia, habibie berada pada persimpangan jalan, keadaannya kritis. Jika sampai Habibie mengambil kebijakan (jalan) yang salah akan dapat berakibat perang saudara atau Balkanisasi. Habibie memilih suatu evolusi yang dipercepat dengan perencanaan yang matang, sebagai upaya penyelamatan bangsa dari situasi kritis tersebut.

Habibie banyak mengambil keputusan yang tidak popular, baik yang bersifat irreversible, seperti masalah Timor Timur maupun yang bersifat reversible. Keputusan tersebut dia ambil dengan cepat dan dengan memeperhitungkan sekecil mungkin resiko yang mungkin terjadi. itulah sebebnya Habibie memilih judul "Detik-Detik Yang menentukan". Sementara" jalan Panjang menuju Demokrasi" dipilih karena apa yang dilakukannya merupakan bagian dari suatu proses demokratisasi Indonesia. Ini yang masih akan terus berlangsung sampai tata kehidupan yang dicita-citakan bangsa Indonesia tercapai.

Bahwa baru sekarang, hampir 7 tahun seusai masa kepresidenannya buku ini ditulis, Habibie menyatakan bahwa ia ingin agar buku ini dapat ikut membantu terciptanya situasi kondusif bagi proses reformasi. Mengingat sebagian isinya dapat "menggangu" apabila diterbitkan terlalu dini, maka Habibie memilih waktu yang tepat untuk menerbitkannya. Hal ini dipilih tatkala proses konsolidasi demokrasi bangsa telah semakin mantap, yang antara lain ditandai dengan terlaksananya pemilihan pemimpin (nasional dan daerah) secara langsung oleh rakyat melalui pemilihan yang jujur dan adil.

Di samping itu, dalam waktu kurang dalam sebulan setelah Habibie menyesaikan tugas sebagai presiden, bersama keluarganya, Habibie mendirikan The Habibie Center (THC). THC adalah suatu lembaga kajian yang mandiri dan non politik sebagai wahana untuk bersama para koleganya ikut mengawal proses transpormasi bangsa menuntaskan reformasi. Itulah sebab THC memfokuskan kegiatannya pada kajian dan advokasi bagi tegaknya kehidupan demokrasi dan hak asasi manusia.

Begitu besar harapan Habibie pada lembaga yang didirikannya, sampai-sampai Habibie menunda beberapa bulan untuk mengantar istrinya Ainun Habibie berobat ke Jerman, guna meyakinkan lembaga yang didirikannya telah benar-benar berfungsi seperti yang diharapkan. Kedepan, buku ini dirapkan mampu memperkaya khazanah sejarah Indonesia. Selain itu, Habibie berkeinginan untuk mengetahui, bagaimana reaksi orang lain mengenai apa yang telah diungkapkannya.

Dengan demikian, buku ini akan memberi motivasi dan stimulus bagi siapa pun untuk menuliskan pula apa yang mereka ketahui dan alami pada masa-masa bersejarah tersebut. Dengan begitu, terbukalah lebih banyak perspektif yang akan memperkaya penulisan sejarah Indonesia khususnya di masa reformasi.

NO.O35 DETIK MENEGANGKAN: RENCANA KUDETA PRABOWO

JAKARTA 1 FEBRUARI 2008

RACHMAD YULIADI NASIR - KABARINDONESIA.COM


NO.O35 DETIK MENEGANGKAN: RENCANA KUDETA PRABOWO



Nasional

DETIK MENEGANGKAN: Rencana Kudeta Prabowo
Oleh : Rachmad Yuliadi Nasir

26-Jan-2008, 13:30:15 WIB - [www.kabarindonesia.com]

KabarIndonesia - "Baca sajalah buku itu. Baca saja.'' Sintong Panjaitan terus berkelit ketika dihujani pertanyaan mengenai peristiwa ''pertemuan panas'' antara BJ Habibie dan Letjen Prabowo Subianto pada Jumat siang, 22 Mei 1998.

Telah lama, publik penasaran atas teka-teki isi pertemuan kedua tokoh itu. Para jurnalis yang hadir pada peluncuran buku "DETIK-DETIK YANG MENENTUKAN" karya BJ Habibie di Hotel Gran Melia, Jakarta, Kamis malam (21/9) yang lalu, pun sibuk meminta keterangan Sintong perihal adanya pengepungan pasukan Kostrad di sekitar Istana Negara.

''Pak Sintong, apa benar waktu itu suasana tegang sekali?'' tanya wartawan kepada Sintong. Tapi, Sesdalopbang pada masa peralihan dari Soeharto ke Habibie itu hanya menjawab dengan senyuman. ''Sudahlah, baca saja. Di situ jelas kan,'' ujar Sintong seraya beranjak dari tempat duduknya, kendati berbagai pertanyaan terus menghujani.

Di tengah resepsi yang dihadiri sekitar 2.000 orang itu, Sintong yang menjadi ''orang dekat'' selama BJ Habibie menjabat presiden, memang menjadi bintang. Apalagi dalam buku itu dia disebut-sebut sebagai salah seorang yang menjadi saksi pertemuan sesuai Habibie memecat Prabowo dari jabatan Pangkostrad. Apalagi kabar yang beredar sudah keburu menuduh bahwa Prabowo tidak terima atas keputusan itu. Dan, kebetulan pada bukunya, Habibie dengan jelas-jelas menuliskan isi pertemuan itu.

Dalam buku yang dipersiapkan Habibie selama setahun itu, memang terasa sekali suasana ketegangan yang melingkupi pertemuan Habibie-Prabowo. Bahkan, dalam buku setebal 549 halaman, suasana mencekam itu gamblang sekali dipaparkan oleh Habibie dengan memakan cukup banyak halaman. Habibie memang mengaku bahwa niat Prabowo untuk melindunginya adalah tulus, jujur, dan tepat. Namun, kebimbangan untuk menemui salah seorang putra begawan ekonomi, Soemitro Djojohadikusumo, saat itu jelas sekali menyergap perasaannya: Apakah perlu saya bertemu? Apa gunanya bertemu? Letjen Prabowo adalah menantu Presiden Soeharto. Pak Harto baru 24 jam meletakkan jabatannya. (hal 95)

Kegamangan Habibie berlanjut hingga menjelang acara pertemuan. Menurut dia, siapa saja yang menghadap presiden tidak diperkenankan membawa senjata: Tentunya itu berlaku pula untuk Panglima Kostrad. Namun, bagaimana halnya dengan menantu Pak Harto? Apakah Prabowo akan juga diperiksa? Apakah pengawal itu berani? (hal 95).

Adanya pernyataan ini memang sedikit menguak spekulasi yang berkembang mengenai peristiwa itu. Bahkan, sempat disebut-sebut saat itu akan terjadi kudeta segala. Nah, posisi Sintong dalam hal ini menjadi penting karena dia adalah salah seorang yang terlibat dalam pertemuan itu.

Habibie menulis, sebenarnya ia sangat dekat dengan Prabowo (alinea keempat, hal 101). Bahkan, Prabowo mengidolakan dirinya. Ia pun mengaku merasa jengah dengan desakan Prabowo yang ingin eksklusif menemuinya. Sebab, sebelumnya Habibie sudah sepakat dengan Menhankam/Pangab Wiranto bahwa setiap ada anggota ABRI yang ingin menemuinya, harus seizin atau sepengetahuan Pangab. Dan, setelah Prabowo masuk ke ruangannya dan melihatnya tanpa membawa senjata, Habibie pun merasa puas. ''Hal ini berarti pemberian 'eksklusivitas' kepada Prabowo tidak dilaksanakan lagi,'' tulis Habibie di halaman 101.

Dialog antara keduanya pun segera terjadi dan dilakukan dalam bahasa Inggris, hal (101-102): “Ini penghinaan bagi keluarga saya dan keluarga mertua saya Presiden Soeharto. Anda telah memecat saya sebagai Pangkostrad.”

Habibie menjawab, “Anda tidak dipecat, tapi jabatan Anda diganti.”

Prabowo balik bertanya, ''Mengapa?”

Habibie kemudian menjelaskan bahwa ia menerima laporan dari Pangab bahwa ada gerakan pasukan Kostrad menuju Jakarta, Kuningan, dan Istana Negara.

“Saya bermaksud mengamankan presiden,” kata Prabowo.

“Itu adalah tugas Pasukan Pengamanan Presiden yang bertanggung jawab langsung pada Pangab dan bukan tugas Anda,” jawab Habibie.

“Presiden apa Anda? Anda naif?” jawab Prabowo dengan nada marah.

“'Masa bodoh, saya presiden dan harus membereskan keadaan bangsa dan negara yang sangat memprihatinkan,” jawab Habibie.

“Atas nama ayah saya, Prof Soemitro Djojohadikusumo dan ayah mertua saya Presiden Soeharto, saya minta Anda memberikan saya tiga bulan untuk tetap menguasai pasukan Kostrad,” kata Prabowo.

Habibie menjawab dengan nada tegas, “Tidak! Sampai matahari terbenam Anda sudah harus menyerahkan semua pasukan kepada Pangkostrad yang baru. Saya bersedia mengangkat Anda menjadi duta besar di mana saja!”

“Yang saya kehendaki adalah pasukan saya!” jawab Prabowo.

“Ini tidak mungkin, Prabowo,” tegas Habibie.

Ketika perdebatan masih berlangsung seru, Habibie kemudian menuturkan bawa Sintong masuk sembari menyatakan kepada Prabowo bahwa waktu pertemuan sudah habis.

“Jenderal, Bapak Presiden tidak punya waktu banyak dan harap segera meninggalkan ruangan.”

Menanggapi tulisan Habibie, “orang dekat” Prabowo, Fadli Zon, mengatakan pernyataan Habibie di buku Detik-Detik yang Menentukan itu banyak yang tidak akurat. Sebagian memang berisi fakta. Namun, sebagian lagi berisi asumsi dan khayalannya saja.

“Saya kira banyak ngawurnya. Kalau saya lihat sebagian informasi itu tepat, sebagian lainnya asumsi dan khayalan Habibie. Termasuk soal pengepungan di Istana Negara yang dilakukan pasukan Kostrad. Itu sama sekali tidak benar,” kata Fadli Zon.

Mengapa demikian? Fadli mengatakan kalau Prabowo memang bermaksud melakukan kudeta, maka baginya itu adalah sebuah hal yang mudah. “Kalau Prabowo mau melakukan kudeta, Habibie segera terguling. Dia tidak ada apa-apanya. Justru Prabowo mendukung reformasi konstitusional. Bahwa, kalau presiden berhenti, maka yang menggantikannya adalah wakil presiden. Jadi isu kudeta adalah fitnah besar,” tegas Fadli.

Adanya tulisan Habibie itu, lanjut Fadli, maka jelas dipastikan adanya seorang yang melakukan kebohongan. Hal ini bisa dilakukan oleh Habibie sendiri atau Wiranto.

“Yang jelas salah satu dari mereka ada yang melakukan kebohongan. Ini fitnah besar. Buku ini dibuat dengan tidak berpijak pada realitas,” tandas Fadli.

NO.034 CIDES: MENUJU BANGSA INDONESIA YANG MANDIRI DAN BERMARTABAT DI TENGAH TUNTUTAN GLOBALISASI

JAKARTA 1 FEBRUARI 2008

RACHMAD YULIADI NASIR - KABARINDONESIA.COM


NO.O34 CIDES:MENUJU BANGSA INDONESIA YANG MANDIRI DAN BERMARTABAT DI TENGAH TUNTUTAN GLOBALISASI


Nasional

CIDES: Menuju Bangsa Indonesia Yang Mandiri dan Bermartabat di Tengah Tuntutan Globalisasi
Oleh : Rachmad Yuliadi Nasir

25-Jan-2008, 15:28:19 WIB - [www.kabarindonesia.com]

KabarIndonesia - Globalisasi yang sudah berlangsung beberapa dasawarsa, saat ini ditandai dengan berbagai persoalan yang kompleks, yang hampir seluruh negara bangsa memperoleh akibatnya, termasuk Indonesia. Pertama, krisis energi global; kedua, krisis finansial, ketiga, krisis perubahan iklim atau lingkungan; keempat, krisis pangan; kelima, krisis Timur Tengah.

Sementara krisis di Indonesia yang bersumber dari krisis finansial yang merambat menjadi krisis multidimensi pada tahun 1997 lalu yang masih belum selesai, mempengaruhi kapasitas yang dimiliki, baik dari sisi aset maupun daya saing untuk menciptakan pembangunan yang diharapkan. Krisis global pertama, yaitu krisis energi, terjadi karena harga minyak bumi saat ini mendekati US$100/barrel. Kenaikan dalam tahun yang sama mencapai 75%. Hal ini dipicu oleh beberapa hal seperti konflik Timur Tengah, musim dingin di Amerika dan Eropa yang memicu peningkatan konsumsi, kenaikan konsumsi negara-negara emerging countries, terutama China dan India, dan berkembangnya spekulasi dibidang energi.

Di Indonesia, hal ini mengakibatkan terjadinya peningkatan subsidi atas BBM, karena harga minyak semula dipatok US$60/perbarrel dan produksi kita tidak mencukupi titik impas (keseimbangan antara subsidi dan penerimaan) yang dicantumkan dalam APBN, yaitu produksi sebesar 1,034 juta barrel/hari. Meskipun pemerintah menjamin tidak akan ada kenaikan harga BBM, namun kenaikan di sektor industri sudah terjadi karena biaya BBM untuk sektor industri berdasarkan harga internasional.

Peneliti LP3ES, Pri Agung Rakhmanto, mengatakan bahwa pada tingkat harga BBM US$90/barrel, maka kenaikan harga BBM industri mencapai sekitar 10% (kompas, 27 okt 07). Untuk industri tekstil, misalnya, komponen biaya energi mencapai 18% pengeluaran, sehingga dampaknya cukup besar bagi kelangsungan industri dan kesejahteraan buruh. Dalam bidang transportasi udara, menurut Sekjen INACA, T. Burhanuddin, kenaikan harga BBM saat ini akan mengakibatkan Direct Operating Cost (DOC) pesawat mencapai 60% dari semula 47%. Hal ini semua mengakibatkan adanya fuel surcharge yang dibebankan kepada konsumen. Oleh karenanya, perlu ada efisiensi yang serius terhadap anggaran negara, terutama dari sisi pengeluaran.

Berdasarkan data Depkeu September 2007, anggaran belanja negara baru terserap Rp. 449 triliun dari Rp. 752 triliun yang direncanakan atau sekitar 60%. Sedangkan dari sisi penerimaan baru sekitar Rp. 465 triliun dari Rp. 694 triliun yang direncanakan. Pemerintah sendiri harus serius meningkatkan pendapatan negara terutama dari bagi hasil migas yang sampai saat ini belum tuntas perhitungannya.

Krisis global finansial kedua diakibatkan oleh adanya krisis subprime mortgage di Amerika. Krisis ini terjadi karena ketidakhati-hatian dari investor terutama lembaga hedge fund yang melakukan transaksi spekulatif dan kecurangan atau manipulasi dari lembaga pemeringkat yang juga turut bermain sebagai investor seperti Merril Lynch, Moody’s Investor dan lain-lain. Krisis ini selain menyebabkan kerugian miliaran dolar terhadap para investor juga mengakibatkan perlambatan pertumbuhan ekonomi dunia.

Menurut rilis IMF yang terbaru, pertumbuhan ekonomi dunia yang diperkirakan akan tumbuh sekitar 5,2% menjadi hanya sekitar 4,8% saja pada tahun 2008. Pertumbuhan ekonomi Amerika sendiri turun sekitar 1,7 % dan Jepang 1,9%. Ini merupakan hal penting bagi Indonesia, karena dua negara tesebut adalah tujuan utama ekspor Indonesia. Pertumbuhan ekspor Indonesia sendiri diperkirakan mulai terkoreksi sekitar 2% dari yang diperkirakan sebelumnya. Beberapa Bank Sentral utama telah melakukan bail out untuk mengurangi gejolak pasar keuangan seperti Bank Sentral Amerika, Eropa dan Jepang. Tetapi yang masih harus diwaspadai, adalah krisis ini masih belum berakhir dan perhitungan kerugianpun masih belum tuntas hingga sekarang.

Krisis global ketiga, yaitu krisis perubahan iklim dan lingkungan yang terjadi akibat perilaku manusia untuk mencapai tujuan-tujuan ekonominya yang (masih) menganggap tidak terbatasnya daya dukung bumi dan akan selalu ditemukannya teknologi baru yang dapat memperbaharui daya dukung tersebut (logika positivistik). Pada akhirnya, setelah terjadi perubahan iklim yang dashyat yang digambarkan dalam buku dan film Incovenient Truth oleh Al Gore, maka mulai timbul kesadaran yang meluas dikalangan masyarakat dunia untuk lebih peduli tentang masalah lingkungan.

Untuk isue lingkungan masih menjadi masalah dilematis, baik bagi negara-negara maju maupun negara berkembang. Untuk negara maju, dalam hal ini Amerika, Eropa dan Jepang kemudian diikuti oleh China dan India adalah pengguna energi yang boros. Tetapi bila mereka mengurangi kebutuhan energinya maka akan terjadi perlambatan ekonomi di negara tersebut. Untuk China misalnya, masalah ini menjadi sangat dilematis karena banyak industri di China yang menggunakan batubara sebagai bahan baku energi. Batubara sendiri merupakan salah satu energi yang sangat polutif bagi lingkungan, tetapi bila China mengurangi penggunaannya dan memperlambat pertumbuhan ekonominya maka akan ada sekitar kurang lebih 300 juta orang pengangguran yang masih belum terserap.

Namun negara berkembang seperti Indonesia pun yang masih mengandalkan sebagian devisa negara dari sumber daya alam juga menghadapi dilema yang serupa.

Krisis yang keempat adalah krisis pangan. Pada sekitar tahun 1850 Thomas R Malthus dan kemudian tahun 1960-an Club of Rome (terdiri dari berbagai pakar multidisiplin) meramalkan akan terjadi krisis pangan karena pertumbuhan penduduk yang kecepatannya melebihi pertumbuhan kemampuan manusia untuk mengadakan pangan. Tetapi dengan berbagai teknik dan rekayasa teknologi seperti revolusi pangan dan kemudian perkembangan bioteknologi membuat kebutuhan manusia akan pangan masih tercukupi.

Perkembangan selanjutnya yang mencemaskan adalah bahwa kebutuhan manusia akan perumahan dan perkembangan lahan industri telah menggeser lahan untuk pangan. Di Indonesia, hal ini dapat terlihat jelas di Pantai Utara Pulau Jawa dimana laju perubahan lahan pangan menjadi perumahan dan industri sekitar jutaan hektar per tahun. Kemudian setelah krisis energi mulai terjadi secara global maka kebutuhan akan energi alternatif pun semakin meningkat.

Salah satu yang sering dikemukakan adalah biofuel yaitu energi alternatif dari bahan-bahan pangan seperti jagung, kelapa sawit, dan lain-lain. Inilah yang menyebabkan meningkatnya harga-harga kebutuhan pangan diseluruh dunia. Indonesia sendiri merasakan dampaknya terutama dengan meningkatnya nilai Crude Palm Oil (CPO) yang mengakibatkan kenaikan harga minyak goreng dan beberapa komoditas pangan lainnya.

Krisis global yang kelima adalah krisis Timur Tengah. Krisis yang belum pernah berakhir sejak 1948. Ini merupakan krisis politik yang terjadi antar negara-negara di Timur Tengah, baik masalah Palestina dan Israel, Libanon, Kurdistan, yang berakar pada perbedaan Mazhab. Selain itu, juga disebabkab oleh rendahnya kepercayaan antar negara tetangga. Krisis ini menjadi penting karena sebagian besar negara tersebut adalah negara penghasil minyak terbesar di dunia dan posisinya akan menjadi semakin penting dengan adanya krisis energi sekarang ini.

Efek krisis ini menjadi semakin besar karena adanya serangan Amerika dan sekutunya ke Irak dan ketegangan antara Amerika dan Iran. Ini mengakibatkan tingkat ketegangan menjadi semakin tinggi dan suplai minyak semakin berkurang sehingga mengakibatkan harga minyak menjadi meningkat. Pada sisi politik, krisis Timur Tengah berimplikasi menguatnya perbedaan antara ummat Islam dan Barat. Ummat Islam menganggap bahwa dominasi atau ikut campur tangan Amerika dan Eropa terhadap nasib Bangsa Arab terlalu berlebihan. Sebaliknya, Amerika dan Barat menuduh Timur Tengah menjadi lahan subur bagi tumbuh berkembangnya terorisme internasional yang mengganggu kepentingan barat.

Stigma terorisme ini telah menimbulkan ketegangan, terutama bagi negara muslim. Di Indonesia, misalnya stigma tersebut berimplikasi tidak hanya hubungan Indonesia dengan barat, namun juga ketegangan diantara masyarakat Indonesia sendiri.

Berbagai krisis global yang digambarkan diatas, kemudian diikuti krisis dalam negeri: krisis 1998 dan diikuti berbagai bencana alam yang mengakibatkan pemerintah mempunyai berbagai keterbatasan untuk melakukan langkah-langkah dalam rangka meningkatkan pertumbuhan ekonomi, memperluas lapangan kerja dan mengurangi pengangguran. Sejumlah kritikan yang diarahkan pada pemerintahan SBY-JK saat ini, terkait dengan pengelolaan sumber daya alam dan energi di sisi ekonomi dan hubungan politik, misalnya dengan Singapura dalam hal DCA, terjadi dikarenakan sebagian masyarakat menganggap bahwa Bangsa Indonesia mengalami kerjasama yang tidak menguntungkan dari sisi kemandirian dan kemartabatan kita. Dikatakan bahwa pihak asing sangat diuntungkan dari seharusnya. Hal ini terkait dengan adanya ketergantungan ekonomi politik Indonesia terhadap asing. Padahal sebagai bangsa yang merdeka, sudah seharusnya Indonesia mampu mengelola sendiri asset-asset yang dimiliki.

Meskipun kritik tersebut berlebihan, namun patut diakui bahwa Indonesia mengalami kondisi perekonomian yang kurang menguntungkan, yang diakibatkan oleh krisis multidimensi 1997 dan berakibat pada pengelolaan negara yang kurang baik. Secara finansial, krisis tersebut membuat berbagai instrument keuangan kita terkait dengan lembaga-lembaga keuangan internasional, bahkan berbagai bank-bank kita telah dibeli oleh asing. Berbagai asset yang adapun sudah digadaikan kepada perusahaan-perusahaan asing, seperti asset tambang dan energi, telekomunikasi, pelabuhan, kelapa sawit dan lain-lain. Keadaan seperti ini mengakibatkan berbagai keterbatasan pada pilihan-pilihan yang mampu dilakukan pemerintahan SBY-JK.

Pemerintah sendiri berusaha terus menerus memaksimalkan pembangunan melalui strategi pro growth, pro job dan pro-poor. Rata-rata pertumbuhan ekonomi kita bekisar 6,5%; makro ekonomi yang stabil, yang ditandai dengan inflasi yang terkendali dan nilai tukar rupiah yang stabil dalam jangka panjang terhadap dollar serta cadangan devisa yang terus meningkat; serta berangsur-angsurnya penyaluran kredit dari sektor perbankan. Pada sektor riil, Indonesia terus membangun secara sungguh-sungguh sektor energi, transportasi, perkebunan dll. Namun, memang ketidakpuasan masyarakat tidak bisa diatasi karena situasi objektif Indonesia dari sisi ekonomi masih lemah.

Dari sisi politik, sebaliknya pemerintah berusaha terus-menerus memperbaiki sistem demokrasi yang sudah berkembang. Desentralisasi dan pemilihan langsung terus dikembangkan sehingga partisipasi politik rakyat dapat maksimal. Kebebasan pers pun terus berlanjut sehingga tranparansi dalam wilayah publik dapat terjadi. Ditambah lagi tekad pemerintahan SBY-JK dalam memerangi korupsi, memberikan ruang bagi terciptanya pemerintahan yang efisien dan tergunakannya anggaran lebih banyak bagi kepentingan rakyat. Meskipun kesungguhan politik SBY demikian besar, namun desentralisasi sendiri seringkali menjadi halangan atas efektifitas pembangunan. Penyebaran kekuatan politik ke tingkat lokal mengakibatkan langkah-langkah pemerintah pusat seringkali tidak mendapatkan dukungan, sehingga terjadi keterlambatan dalam pembangunan yang direncanakan. Euforia kebebasan masyarakat sendiri seringkali di luar kontrol yang mungkin dilakukan pemerintah, seperti yang terjadi dalam konflik-konflik pembebasan tanah untuk pembangunan, penyerangan terhadap integritas pribadi lawan-lawan politik dan lain-lain, yang akhirnya juga menghambat pembagunan. Sedangkan pemberantasan korupsi seringkali pula terhambat oleh aparatur negara yang sebagiannya sudah terkontaminasi kebobrokan mental.

Situasi eksternal dan internal yang diutarakan di atas menuntut adanya konsolidasi politik nasional yang berorientasi pada pemecahan masalah secara bersama-sama. Indonesia mau tidak mau harus secepatnya masuk pada skenario besar yang berjangka panjang untuk keluar dari krisis yang ada. Konsolidasi politik ini menuntut suatu kepemimpinan yang kuat, dimana mayoritas elit kekuasaan tidak mengutamakan interest pribadi maupun kelompok dalam suatu kepemimpinan nasional. Hanya dengan skenario yang jelas dan kepemimpinan yang kuatlah Indonesia mampu melaju di era globalisasi ini.